Putaran Kayu Dua Belas

Oleh: Fithrorozi, S.Kom, ME

PUTARAN Kayu Dua Belas. Suara ketukan yang dikalahkan derap langkah membuat pemain Lesong Panjang gusar. Praktis panitia mencari cara agar putaran langkah pemain tidak terganggu kabel.

Orang awam agaknya lebih memperhatikan suara ketukan kayu ketika pemain Lesong Panjang beraksi, terutama penonton pentas Apreasiasi Warisan Budaya Indonesia 2023 di Kota Tua. Ternyata dibalik langkah dan ayunan kayu terselip relasi yang kuat antara alam dan manusia yang disatukan dalam budaya pertanian.

Kami mengulas catatan jenis gerak dan ayunan alu permainan Lesong Panjang yang disusun Subagio (sekarang Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Belitung) sesuai Sangar Tunas Budaya tampil pada kali keempat di luar Pulau Belitong.

“Tahun 1970-an bapak saya sempat tampil di bawah Jembatan Ampera Palembang bersama 11 orang lain”, kenang Kik Seridin (84 tahun).

Namun kakek yang lahir sebelum pendudukan Jepang ini sudah diperkenalkan Lesong Panjang sejak kecil. Selepas SR tahun 1958, ia meneruskan ilmu Lesong Panjang dari ayah yang bekerja di perusahan sebagai awak kapal keruk.

“Biasanya selepas kerja kami berkumpul di huma, bermain dan diajarkan Lesong Panjang oleh ayah”, kata Kik Seridin.

Dari ayahnya, Seridin muda mengerti bahwa dua belas kayu mewakili dua belas bulan dalam budaya pertanian mulai dari ngembene (menanam) hingga ngetam (memanen).

Ada banyak jenis pukulan yang bisa dibaca dalam catatan Subagio yang dibukukan dalam Olahraga Tradisional oleh Daryono (guru) yang diterangkan Kik Seridin sebagai gambaran tradisi pertanian.

“Pukulan serai serumpun menggambar cara ngembene dan mengumpulkan padi, semumpong dan ketintong menggambarkan cara menanam, bidas menggambarkan cara ngetam padi yang diakhiri dengan pukulan tanjong bingak dengan membuang dan mengambil kayu ke lantai yang menggambarkan cara membuang memisahkan ampas dan buah padi”, terang Kik Seridin.