Part 21 : Mimpi Anak Pulau | By Nelly Kartins

pradivanews.comSAHABAT pembaca, cerita dengan judul Mimpi Anak Pulau ini merupakan buah karya seorang guru dengan nama penulisnya Nelly Kartins. Cerita yang kami sajikan bersambung ini, sudah dibukukan oleh penulisnya. Berikut ini cuplikan ceritanya untuk Part 21, tapi jangan lupa baca juga part sebelumnya, agar ceritanya bisa nyambung …

Part 21 :

Senja yang merekah sore itu begitu indah. Sungguh menyejukkan mata setiap para penikmatnya. Lukisan alam anugerah Sang Pencipta, yang menjadi salah satu daya tarik di Pulau Seliu.

Sepasang remaja menyusuri pantai, langkah kaki keduanya tampak jelas di sepanjang pantai yang bertabur pasir putih. Ada jejak yang sudah menghilang karena tersapu ombak yang mengalun lembut.

Kedua remaja itu saling diam, tapi mereka bukan bermusuhan melainkan saling menata suasana hati masing-masing. Untuk pertama kalinya mereka jalan berdua. Biasanya ada Nengsih atau Rahim yang selalu berada diantara mereka.

Sam merasakan ada getaran yang lain saat bersama Mira. Rasa yang tidak pernah dia sadari sebelumnya. Pun begitu juga yang dirasakan gadis cantik dengan bulu mata lentik dan hidung mancung yang baru saja lulus sekolah keperawatan itu. Kebersamaan mereka sudah terjalin bertahun-tahun, tapi hanya sekedar ikatan persahabatan.

Ada bahagia yang mereka rasakan karena keduanya baru saja dinyatakan lulus. Sam lulus SMA dan Mira lulus dari SPK. Walau sekolah mereka berbeda, namun keduanya selalu berbagi. Terutama Sam, dia banyak bertanya dan belajar dari Mira tentang dunia kesehatan.

Selain rasa bahagia juga ada kesedihan, karena sebentar lagi mereka akan berpisah. Kalau selama ini walau sekolah berbeda, namun mereka masih sering bertemu saat kembali ke pulau setiap minggu.

Tapi kalau Sam sudah kuliah di Jakarta tentu hal itu tidak bisa lagi. Karena jarak sudah sangat jauh. Lagi pula kuliah menuntut konsentrasi lebih, apalagi di Fakultas Kedokteran yang dipilih Sam untuk melanjutkan pendidikannya.

Tekadnya untuk melanjutkan kuliah di kedokteran sudah bulat. Apalagi dia sudah mendapatkan tawaran beasiswa. Sam tidak peduli dengan omongan orang yang menyebutnya bermimpi terlalu tinggi.

Sam menatap gadis yang berdiri di sampingnya. Wajah Mira tampak semakin cantik terkena bias cahaya mentari senja yang memancar indah dan membentuk bulatan sempurna. Diam-diam Sam mengaguminya. Walau itu hanya di dalam hati. Tak ada keberanian untuk mengungkapkannya.

“Kamu sudah pasti untuk kuliah di Jakarta?” tanya Mira.
Sam mengangguk kaku.
“Iya Mir. Alhamdulillah, aku sudah mendaftar lewat jalur beasiswa dan ternyata di terima. Tidak mungkin ku sia-sia kan kesempatan berharga itu,” jawab Sam.

Berbagai cara dia lakukan untuk mewujudkan mimpinya. Dia sadar langkahnya tidak mudah untuk bisa mewujudkan cita-citanya sejak kecil. Dia juga tidak mau menjadi beban bagi Ibunya.

Awalnya, dia sempat merasa ragu dan ingin mengubur mimpinya. Apalagi saat mendengar cemoohan orang-orang yang menyebutnya anak yang tidak tahu diri, dan terlalu memaksakan kehendak, tidak melihat keadaan. Hal itu sempat dia ceritakan pada Ibunya.

“Kamu tidak boleh seperti itu, biarkan orang bicara, karena memang kita tidak bisa mencegah mereka untuk bicara. Tapi satu hal yang harus kamu lakukan, buktikan kalau kamu bisa dan mampu mewujudkan mimpi itu.” Sebuah kekuatan yang membuatnya kembali bangkit.

“Terima kasih Mak, Abang janji akan membuat orang-orang diam, dan Abang ingin melihat Umak bangge kan Abang.” Sejak itu dia bertekad dan berusaha untuk mencari jalan untuk menggapai mimpinya.

“Berarti suat agik kite la kan berpisah,” ucap Mira perlahan. Gadis itu tertunduk menyembunyikan kesedihannya. Dia pura-pura memperhatikan air laut yang menerpa kakinya.

MAP

Sam sebenarnya merasakan hal yang sama. Selama ini Mira selalu menemaninya. Gadis itu selalu siap sedia membantu saat dia dan keluarganya mendapat kesulitan. Sam menghela napas, menata suasana hati agar tidak terbawa dalam kesedihan.

“Kok sedih? Katenye ngendukung. Kalau kao melanjutkan ke mane?” tanya Sam. Dia berusaha untuk mengajak Mira tersenyum.

Gadis itu tetap tertunduk. “Aku dak kan kemane-mane. Paling nak honor di sinek ajak, nunggu sampai Pak Dokter balik,” jawab Mira.

“Maksudnya ada dokter yang akan bertugas di sinek?” tanya Sam. Ada rasa cemburu yang dia rasakan saat mendengar jawaban Mira. Hatinya bergetar.

Ada apa denganmu, Sam? Tanya hati kecilnya. Jauhkan rasa itu, karena nanti akan memberatkan langkahmu, bisik hati kecilnya lagi.

“Iya, aku akan mengabdi di pulau ini, menunggu sampai anak pulau yang menjadi dokter kembali,” ucap Mira tersenyum malu. Wajahnya yang putih bersemu kemerahan kontras dengan suasana senja. Mendengar jawaban Mira, Sam merasa malu. Dia telah salah sangka.

“Aku jadi malu, mungkin mimpiku terlalu tinggi ya?” tanya Sam. Dia sadar siapa dirinya. Sam tertunduk. Saat menatap ke bawah, kaki mereka sudah terendam air laut yang mulai pasang. Awalnya mereka berdiri di pasir seraya menatap senja yang bergerak perlahan menuju tempat peraduannya. Sekarang pasir yang mereka injak sudah tergenang air laut. Namun, keduanya bergeming.

Enggak Sam, aku yakin, kamu pasti bisa mencapainya, “ jawab Mira meyakinkan sahabatnya sejak kecil itu. Mungkin bagi sebagian warga pulau, memang menganggap Sam sedang bermimpi.

Banyak warga beranggapan, kuliah di kedokteran bukan perkara mudah. Mereka tidak percaya kalau Sam bisa masuk fakultas Kedokteran. Dari mana Sam punya biaya untuk kuliah? Pertanyaan itu banyak beredar sehingga membuat Suhana merasa sangat sedih.

Tapi Mira berbeda dengan warga yang lain, dia tahu bagaimana sifat Sam dan yakin kalau suatu saat Sam akan berhasil menggapai mimpinya. Mimpi seorang anak pulau.

“Auww!” Mira terpekik saat ombak besar menerpa, kakinya yang terangkat untuk menghindari gelombang membuat tubuhnya tidak seimbang sehingga hampir terjatuh.

Saat mendengar teriakan Mira, Sam terkejut melihat Mira yang hampir jatuh. Dia segera menahan tubuh Mira dengan mendekatkan tubuhnya sehingga Mira jatuh dengan posisi menyender pada tubuh Sam.

Saat tersadar, keduanya sama-sama kaget. Mira merasa malu saat menyadari dia berada dalam dekapan Sam. Begitu pun dengan Sam. Saat tersadar dia segera melepaskan tubuh Mira dari dekapannya. Mira yang masih bengong merasa terkejut dan tidak siap sehingga akhirnya gadis itu terjatuh. Melihat hal itu Sam merasa bersalah.

“Maaf, Mir. Aku dak sengaje,” ucapnya merasa bersalah sambil berusaha membantu Mira untuk bangkit walau pakaiannya sudah basah. Mereka saling menatap dan tertawa. Kepalang basah, Mira segera menyimburkan air ke arah Sam, membuat laki-laki itu terkejut. Namun, bukannya menghindar, dia malah membalas. Keduanya terlihat begitu bahagia.

“Abang! Dipanggil Umak, la kan Magrib,” teriak Nengsih yang berlari menghampiri keduanya.
Nengsih tertawa melihat pakaian Mira dan Sam yang basah.

“Abang kan Kak Mira mandik aik laut?” tanya Nengsih yang tidak mengerti apa yang terjadi.

“Gara-gara Abang kaola, baju Kakak sampai basak,” jawab Mira. Mendengar jawaban Mira, Sam hanya bisa tersenyum.

Senja perlahan menghilang, berganti dengan malam. Mereka beriringan pulang, meninggalkan jejak yang terhapus oleh gelombang. Saat Sam diam-diam menatap Mira, gadis itu menoleh, pandangan mereka bertemu. Ada getaran di hati keduanya.

NOTE:
*Untuk kelanjutan ceritanya, silahkan miliki bukunya dengan menghubungi penulis Novel Mimpi Anak Pulau, Nelly Kartins ….


Sahabat
Ikuti terus perkembangan informasi dari media online pradivanews.com, yang update informasinya selalu kami sajikan di halaman atau fanpage Facebook Sahabat pradivanews

Kami juga memiliki Channel Youtube, untuk menyajikan informasi dalam format visual…
Terima kasih kepada sahabat semua, yang sudah bersedia mengunjungi website kami…