pradivanews.com – SAHABAT pembaca, cerita dengan judul Mimpi Anak Pulau ini merupakan buah karya seorang guru dengan nama penulisnya Nelly Kartins. Cerita yang kami sajikan bersambung ini, sudah dibukukan oleh penulisnya. Berikut ini cuplikan ceritanya untuk Part 15, tapi jangan lupa baca juga part sebelumnya, agar ceritanya bisa nyambung …
- Baca Sebelumnya: Part 14 : Mimpi Anak Pulau | By Nelly Kartins
Part 15 :
“Mak, ini aku ade duit untuk umak,” ucap Sam memberikan uang ke tangan Suhana. Wanita yang sedang mengaduk kuali besar yang berisi santan kelapa yang sudah mendidih itu menghentikan adukannya, dia menatap putra sulungnya itu. Dia menatap Sam. Suhana merasa sangat terharu.
“Duit dari mane, Nak?” tanya Suhana. Sam tersenyum, “Duit aku la, Mak,” jawab anak itu.
“Iye, Umak tahu itu duit Abang. Tapi duit dari mane?”
“Ini halal, Mak. Aku diberik Mak Cik. Menje aku nulong belau e ngambil tempat jajak ke toko-toko,” jawab Sam. Mendengar hal itu Suhana mendekap putra sulungnya itu.
“Simpanla, itu untuk Abang.”
“Ndak Mak, ini untuk Umak. Aku lade ngambik,” jawab Sam sambil memaksa ibunya untuk menerima pemberiannya. Melihat hal itu Suhana tidak mau mengecewakan perasaan Sam.
“Iye la klo gitu, Umak simpan untuk Abang sekulah kelak,” jawab Suhana menerima pemberian Sam. Rasa haru merasuki benak wanita itu. Dia merasa sangat bersyukur memiliki putra yang terlihat begitu bertanggung jawab.
Sam tersenyum melihat Suhana menerima pemberiannya.
“Bang, tolongek Mak Cik, kao. Usa ngarap upah.”
“Ndak, Mak. Aku jak ndak nak ngambik e, tapi Mak Cik makse, jangan nulak rezeki Kate belau e. Jadi aku ambik,” cerita Sam pada Suhana.
“Alhamdulillah, Mak Cik kao itu mimang baik. Mudah-mudahan makin banyak rezeki e,” doa Suhana pada adik perempuannya itu. Rokaya sejak menikah, sudah pindah ke kabupaten. Karena mengikuti suaminya yang bekerja di tambang kaolin di Tanjungpandan. Keduanya sangat perhatian dan baik pada Suhana dan kedua anaknya.
“Aamiin…,” Sam mengaminkan doa ibunya.
“Assalamu’alaikum….” Terdengar salam dari luar.
“Waalaikumussalam,” jawab Suhana dan Sam berbarengan. Mereka sudah dapat menduga siapa yang datang.
“Bang, tadi Kak Mira nanyak Abang,” kata Nengsih yang langsung mendekati Sam. Gadis kecil itu baru pulang dari rumah neneknya. Seperti biasa dia mengaji bersama kakek.
Mendengar hal itu, Sam terlihat salah tingkah. Suhana tersenyum dan pura-pura tidak memperhatikan. Dia tahu putranya sudah beranjak remaja.
“Di mane ketemu Kak Mira, Dek?” tanya Suhana yang kembali mengaduk santan yang sudah mulai menjadi minyak di dalam kuali besar di hadapannya.
“Di depan rumah Kakek, Mak. Pas adek nak balik,” jawab Nengsih.
“Mak, aku nak ke bom duluk ye, tadi Rahim ngajak nyari penganyut, kate e.” Sam pamit pada Suhana. Wanita itu menoleh.
“Dak kepak, Bang? Baru jak datang,” tanya Suhana yang sepertinya keberatan kalau Sam mau pergi lagi padahal baru saja datang.
“Ndak, Mak. Suat aja. Tadi la janji kan Rahim.” Sam merayu ibunya. “Ye, Mak…,” rayu Rahim.
Memang di pulau lagi ramai orang yang menemukan barang-barang yang hanyut. Sepertinya ada kapal yang membawa bahan makanan yang karam atau pecah karena hantaman gelombang tinggi.
Banyak minyak dalam kemasan dan jerigen yang terapung di laut dan ditemukan nelayan. Bahkan ada yang sampai terdampar ke pantai. Sehingga beramai-ramai para penduduk pulau mengambilnya.
Para nelayan berusaha mencari tahu di mana letak kapal yang mungkin tenggelam, tetapi belum ada yang menemukan. Mungkin barang-barang tersebut hanyut dari tempat yang jauh karena terbawa arus sehingga mengapung sampai ke pulau. Tidak tahu apa ini rezeki atau apa. Para nelayan masih mengumpulkan barang-barang yang mereka temukan, kalau-kalau ada yang mencarinya nanti. Mereka hanya mengambil secukupnya untuk digunakan.
“Iye, pegila, usa lamak,” ucap Suhana pada Sam.
“Iye, Mak. Makase Mak.” Sam mengambil tangan Suhana dan menciumnya.
“Da da Adek!” Sam melambaikan tangan pada adiknya. Dia berlari melewati jalan belakang rumah menuju bom. Sam berjalan menyusuri pantai.
Suasana yang selalu membuatnya betah. Laut yang selalu memberikan kekuatan dan banyak pengharapan. Bahkan Rahim, rela tidak melanjutkan sekolah, karena dia yakin laut akan bisa menjadi tempatnya untuk menggantungkan rezeki. Bermodalkan sebuah perahu motor sekarang dia sudah bisa mencari nafkah sendiri.
Namun, Sam masih berharap kalau sahabatnya itu akan tetap mau melanjutkan pendidikan.
“Kamu boleh jadi nelayan, tapi nelayan yang pintar,” ucap Sam pada sahabatnya itu, yang ditanggapi Rahim dengan senyuman.
“Aku sangke kao dak jadi,” ucap Rahim. Dia sudah menunggu kedatangan Sam. Beberapa motor laut sudah berangkat. Mereka menyebar untuk mencari barang-barang yang terapung di laut. Ada juga yang berani menyelam dan mendapatkan barang-barang yang sudah tenggelam di dasar laut.
“Yuk, kite berangkat. La sure,” ajak Ayah Rahim. Rahim memang belum berani untuk membawa sendiri.
Sore hari, laut terlihat tenang. Kapal motor melaju menyusuri lautan. Terlihat beberapa kapal yang lain.
“Pak itu!” Sam menunjuk pada benda yang mengapung di laut. Semua melihat ke arah yang ditunjuk Sam. Ayah Rahim memutar arah perahu motor menuju ke arah yang ditunjuk Sam. Saat sudah dekat terlihat jerigen yang sepertinya masih berisi. Ayah Rahim lebih mendekatkan lagi perahu motornya dan meminta Rahim dan Sam untuk meraih dan mengangkat benda tersebut. Ternyata memang benar minyak goreng. Setelah berhasil mengambilnya mereka melanjutkan untuk berputar mengitari perairan seputar Pulau Seliu.
Mereka juga berpapasan dengan perahu motor dari daerah lain. Mungkin kabar tentang penemuan sudah tersebar, sehingga banyak yang mencoba untuk mendapatkan barang -barang itu.
Selain minyak mereka juga menemukan makanan ringan dalam kemasan dalam bungkusan plastik besar. Masih utuh karena kemasannya belum terbuka.
Senja sudah memerah, perlahan mulai turun. Awan tampak bergerak mengikutinya. Ayah Rahim memutar haluan.
“Sudah, kita pulang. Sebentar lagi Magrib,” ujar Pak Jali, ayah Rahim.
“Iye, Pak,” jawab Sam. Dia juga ingat pesan ibunya.
“Sam, ko ngulak ke Tanjong sebile?” tanya Rahim.
“Isok sure”, jawab Sam. Besok rencananya Mak Cik Rokaya juga mau ke pulau untuk bertemu dengan nenek dan kakek. Jadi Sam bisa ikut sekalian pulang ke kabupaten.
“Sam, ini bawaklah.” Ayah Rahim memberikan bungkusan yang berisi makanan ringan yang mereka temukan pada Sam.
“Banyak amat, Pak cik,” ucap Sam.
“Dak ape, bawaklah. Kamek lade juak di rumah,” jawab laki-laki itu.
“Makase, kalo gitu aku bawak,” ucap Sam. Dia turun dari perahu motor dan berjalan menyusuri dermaga kemudian saat sudah mencapai gerbang, dia kembali berbelok ke jalan setapak yang dilaluinya saat pergi.
“Sam, tunggu!” seseorang terdengar memanggil. Sam menoleh. Dia melihat Mira berlari kecil menuju ke arah Sam. Anak laki-laki itu berhenti dan menunggu.
Saat bertemu keduanya hanya diam, sambil melangkah menuju rumah Sam.
“Sebile….” Keduanya terucap secara berbarengan. Membuat keduanya tertawa.
“La kao, duluk,” ucap Sam menyilakan Mira. Gadis yang semakin terlihat cantik. Diam-diam Sam memperhatikan.
“Sebile ngulak ke Tanjong?” tanya Mira.
“Isok sore,” jawab Sam.
“Kao sebile?” Gantian Sam yang bertanya.
“Mungkin pagi, karena sure pasti ndak de mobil,” jawab Mira. Ada rasa berat dalam nadanya.
“Ikut kamek, ajak, sure,” ajak Sam. Wajah Mira berbinar. “Kan sape, tapi?” tanya Mira seakan tidak yakin.
“Isok ade Mak Cik, belau balik sure sekalian kite numpang balik”.
“O ye la, kalok gitu.” Wajah Mira tampak lebih berbinar.
Bersambung …
Sahabat …
Ikuti terus perkembangan informasi dari media online pradivanews.com, yang update informasinya selalu kami sajikan di halaman atau fanpage Facebook Sahabat pradivanews…
Kami juga memiliki Channel Youtube, untuk menyajikan informasi dalam format visual…
Terima kasih kepada sahabat semua, yang sudah bersedia mengunjungi website kami…