pradivanews.com – SAHABAT pembaca, cerita dengan judul Mimpi Anak Pulau ini merupakan buah karya seorang guru dengan nama penulisnya Nelly Kartins. Cerita yang kami sajikan bersambung ini, sudah dibukukan oleh penulisnya. Berikut ini cuplikan ceritanya untuk Part 14, tapi jangan lupa baca juga part sebelumnya, agar ceritanya bisa nyambung …
Baca Sebelumnya: Part 13 : Mimpi Anak Pulau | By Nelly Kartins
Part 14 :
Sam merasa sangat senang bisa kembali pulang ke pulau kecilnya. Sudah hampir sebulan dia tidak pulang. Bukannya tidak kangen pada ibu dan adiknya. Namun, demi menghemat biaya, dia harus memendam rindu untuk sementara.
Sam berhasil masuk SMP Negeri yang merupakan SMP paporit di Tanjungpandan, Ibu kota Kabupaten Belitung. Dia tinggal bersama Mak Cik Rokaya, adik ibunya. Saat pulang sekolah, Sam membantu Mak Ciknya itu mengambil kue-kue yang dititipkan di warung-warung. Mak Cik memberinya upah, walau Sam awalnya menolak. Karena dia memang berniat untuk membantu.
“Ambiklah Sam, kao tabong. Kelak dapat untuk namba biaye kalo kao nak sekulah agik,” kata Mak Cik Rokaya, saat Sam menolak pemberiannya. Rokaya sangat bangga memiliki keponakan seperti Sam. Anak itu selalu membantunya. Belajarnya juga rajin.
Rokaya merasa kasihan melihat keponakannya itu yang tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah. Namun, mereka tampak begitu kuat dan tegar. Sam juga begitu dekat dengan Malik, anak Mak Cik Rokaya. Dia selalu membantu Malik belajar. Usia mereka terpaut empat tahun, sama seperti dia dengan Nengsih.
“Bang, ajarek aku matematika, aku ndak ngerti,” pinta Malik masuk ke kamar Sam, anak itu membawa buku PR nya. Sam yang juga sedang belajar berhenti dan melepaskan buku yang dipegangnya.
“Ape?”
“Ini Bang, aku dak ngerti,” jawab Malik menghempaskan bukunya di tempat tidur Sam. Anak itu terlihat muram.
“Mane sinek abang liat.”
Dengan segera Malik mengambil bukunya.
“Ini bang” Malik memberikan bukunya dengan semangat. Sam tersenyum. Dia mengusap kepala Malik.
“Mana pulpennya?” tanya Sam. Dia memang selalu menjelaskan cara pengerjaannya, yang mengerjakan Malik sendiri.
“O, iya Bang, Malik lupa,” jawab Malik berlari keluar. Tak lama kemudian anak itu sudah kembali dengan pulpen di tangannya.
Rokaya tersenyum melihat keakraban kakak beradik tersebut. Sejak Sam tinggal bersama mereka, Malik jadi ikut semangat belajar.
“Udah ngerti kan bagaimana mengerjakannya?”
“Iye Bang. Sekarang aku ngerti,” jawab anak kelas empat itu tersenyum malu.
“Kalau matematika itu harus teliti,” nasihat Sam yang memperhatikan cara Malik menghitung. Anak itu terlalu terburu-buru sehingga tidak teliti.
“Iye Bang,” jawab Malik tersenyum malu, karena saat Sam memeriksa tugasnya ternyata banyak yang masih salah.
“Dengar Kate abang kao to Malik.” Mak Cik Rokaya ikut nimbrung setelah memperhatikan kedua anak itu sejak tadi.
“Sam, kao lum nak balik ke pulau?” tanya Rokaya pada Sam.
“Rencane se, hari Sabtu, kalo e Mak Cik,” jawab Sam.
“Ye, ngasin Umak kan Adek kao.”
“Ye Mak Cik,” jawab Sam menunduk. Dia juga sebenarnya sudah sangat rindu pada dua wanita yang sangat disayanginya. Namun, dia harus menghemat biaya. Karena untuk pulang pergi lumayan membutuhkan biaya untuk naik mobil ke pelabuhan yang kemudian dilanjutkan lagi naik kapal motor laut untuk sampai ke Pulau Seliu.
***
Sam meloncat ke perahu motor yang lain, untuk bisa ke dermaga. Karena saat itu laut sedang surut, sehingga kapal motor yang ia tumpangi tidak bisa langsung merapat ke dermaga.
Saat kakinya menginjak dermaga, terdengar ada yang memanggilnya. Sam menoleh mencari asal suara, tapi tidak terlihat di dermaga.
“Sam! Sinek!” Sam hapal suara itu.
Rahim! Ya, tapi di mana anak itu, tidak terlihat batang hidungnya, ucap Sam dalam hati. Dia mengedarkan tatapannya ke arah perahu nelayan yang berjejer di samping dermaga. Dilihatnya Rahim berdiri di sebuah perahu yang terlihat masih baru. Anak itu melambaikan tangannya mengajak Sam untuk naik ke perahunya.
Ya, ternyata itu adalah perahu Rahim yang baru dibelikan ayahnya.
Sam segera menuju ke perahu Rahim dan meloncat ke atas perahu. Dia tersenyum menatap Rahim yang terlihat begitu berbeda. Kulitnya tampak gelap, mungkin karena selalu tersengat matahari saat melaut. Rambutnya juga berwarna kemerahan.
Kedua sahabat itu berpelukan melepas rindu.
“Aku nunggu-nunggu kao sebile balik e,” ucap Rahim.
“Nak ngape nunggu aku?” jawab Sam tersenyum.
“Ade yang kangen,” jawab Rahim tertawa.
“Ye la, kao pasti kangen kan aku.” Sam tertawa.
“Ukan aku, tapi Mira,” bisik Rahim.
“Ih, kao ne ape-ape la.” Sam mendaratkan kepalan tangannya ke pundak sahabatnya itu.
“Auww!” Rahim berteriak. Sam tertawa melihat tingkah temannya itu. Suasana yang selalu ia rindukan.
“Mira tiap Sabtu balik, die selalu nanyak kao balikke?” Sam hanya tersenyum menanggapi cerita Rahim.
“Him, aku nak ke rumah duluk.” Sam melompat kembali ke dermaga. Sebuah tas kecil di pundaknya. Tas yang berisi oleh-oleh untuk ibu dan adiknya. Dia membeli roti isi coklat kesukaan Adiknya.
“Sam, kini sure nak ikut ke? Kite nyari penganyut. Ade kapal pecah, banyak barang-barang yang hanyut.” Mendengar ajakan Rahim. Sam merasa tertarik.
“Kuang juak, kini ambilek aku ye,” jawab Sam.
“Ye, kini aku ambilek udah Ashar.”
Sam mengacungkan jempolnya tanda setuju. Dia melangkahkan kakinya menyusuri dermaga, kemudian berbelok menyusuri jalan pinggir pantai untuk menuju rumahnya. Langkahnya begitu ringan dan bahagia, apalagi setelah melihat rumah yang sudah beberapa lama ia tinggalkan.
Sam datang dari arah belakang. Pintu dapur tampak tertutup hanya jendela bagian depan rumahnya yang terbuka. Halaman rumah tampak bersih. Suhana memang selalu membersihkan halaman rumah mereka setiap pagi.
“Assalamu’alaikum, Mak!” Sam mengetuk pintu dapur. Tidak ada sahutan. Sam meneruskan langkahnya untuk menuju pintu depan. Namun, pintu depan juga tertutup.
“Assalamu’alaikum, Mak, Adek!” Sam terus memanggil ibu dan adiknya, tapi tidak ada sahutan. Anak laki-laki itu duduk di tangga rumahnya. Kemudian dia melepaskan tas dari punggungnya dan menuju ke arah jendela yang terbuka.
Disibakkannya gorden jendela yang terbuka. Kemudian dia menyimpan tasnya di dalam.
Sam ingin ke rumah kakeknya, dia mengira kalau Ibu dan adiknya ada di sana.
“Abang!” terdengar suara Nengsih dari arah belakang rumah. Sam segera menoleh, tampak ibu dan adiknya. Mereka seperti membawa sesuatu di tangannya.
Sam segera berlari menghampiri.
Suhana yang melihat kedatangan Sam, segera meletakkan sesuatu yang tadi di pegangnya. Begitu juga dengan Nengsih. Gadis kecil itu kemudian berlari ke arah Sam dan memeluk abangnya itu.
“Lamak amat, abang ndak balik,” ucap Nengsih seperti merajuk. Sam hanya tersenyum, diciumnya pipi adiknya itu. Kemudian mereka menghampiri Suhana. Mata wanita itu berkaca-kaca.
“Umak dari mane?” tanya Sam sambil mencium tangan Suhana. Wanita itu tersenyum.
“Umak kan Adek isak nyari penganyut di Tajor,” jawab Suhana sambil menunjuk sesuatu yang tadi dia letakkan di tangga belakang rumah mereka.
“Ye, Bang. Aku dapat juak,” sambung Nengsih memperlihatkan dua bungkus minyak goreng kemasan. Sam jadi teringat ajakan Rahim.
Sekarang memang angin kencang. Gelombang kadang besar dan tinggi. Nelayan lebih memilih menambatkan perahunya.
Bersambung …
Sahabat …
Ikuti terus perkembangan informasi dari media online pradivanews.com, yang update informasinya selalu kami sajikan di halaman atau fanpage Facebook Sahabat pradivanews…
Kami juga memiliki Channel Youtube, untuk menyajikan informasi dalam format visual…
Terima kasih kepada sahabat semua, yang sudah bersedia mengunjungi website kami…
Yuuk sahabat klik sekarang juga …