pradivanews.com – SAHABAT pembaca, cerita dengan judul Mimpi Anak Pulau ini merupakan buah karya seorang guru dengan nama penulisnya Nelly Kartins. Cerita yang kami sajikan bersambung ini, sudah dibukukan oleh penulisnya. Berikut ini cuplikan ceritanya untuk Part 13, tapi jangan lupa baca juga part sebelumnya, agar ceritanya bisa nyambung …
- Baca Sebelumnya: Part 12 : Mimpi Anak Pulau | By Nelly Kartins
Part 13 :
Sam berdiri di ujung dermaga, matanya menatap ke arah lautan lepas. Seperti ada sesuatu yang dia pikirkan.
“Sam, jangan ngelamun, ayo cepat terjun!” teriak Rahim. Dia sedang asik berenang. Saat laut pasang sore hari sering di manfaatkan anak-anak untuk berenang. Sebagai anak pulau yang setiap hari bergaul dengan laut, mereka sangat pintar berenang. Padahal saat pasang kedalaman laut di ujung dermaga bisa mencapai sepuluh meter.
Namun, anak-anak itu terlihat begitu lincah saat berada di dalam air.
“Aku Lum di suro umak berenang,” ucap Sam. Memang Suhana belum mengizinkan anak laki-lakinya itu berenang, karena lukanya belum sembuh.
Sam duduk dan menjuntaikan kakinya. Dia hanya memperhatikan teman-temannya berenang. Anak itu terpikir pada Ibu dan adiknya. Kalau dia nanti melanjutkan sekolah ke kabupaten berarti dia harus meninggalkan kedua orang yang sangat dicintainya itu. Selama ini mereka belum pernah berpisah dalam waktu yang cukup lama.
“Woii, ngelamun terus!” Rudi menyimburkan air laut ke arah Sam, membuat anak itu segera bangkit.
“Sedih ya, sebentar lagi berpisah dengan Mira?” Rahim meledek sahabatnya itu.
Anak-anak yang lain tertawa mendengar hal itu. Sam tidak menanggapi. Dia hanya tertawa.
Sebentar lagi memang mereka akan berpisah untuk melanjutkan ke SMP. Mira sendiri katanya akan ke SMP negeri di kecamatan.
Sam memperhatikan beberapa kapal motor yang akan berangkat melaut. Biasanya mereka akan kembali besok pagi. Itulah yang dilakukan sebagian besar penduduk pulau. Pekerjaan itu sudah mereka lakukan secara turun temurun.
Rahim juga sudah sering ikut bersama ayahnya melaut. Terutama pada hari libur sekolah. Rahim juga belum tahu akan melanjutkan sekolah atau tidak. Ayahnya baru saja membeli kapal motor untuknya.
“Laut adalah lapangan pekerjaan yang paling luas. Tidak perlu ijazah.” Itu yang sering Sam dengar.
Rahim sudah naik ke dermaga, anak itu duduk di sebelah Sam. Sam beringsut duduknya karena air laut yang menetes dari baju basah Rahim mengalir ke dekatnya.
“Kao jadi ke SMP di Tanjong?” tanya Rahim. Dia menatap sahabat karibnya itu.
Sam mengangguk. Dia harus membulatkan tekad. Demi masa depan mereka nantinya. Aku harus bisa meraih cita-cita ku, ucapnya dalam hati. Anak pelaut tidak harus jadi pelaut. Itu yang selalu dia katakan pada teman-temannya. Saat mereka menertawakan keinginan Sam untuk sekolah dan kuliah nantinya.
“Ngape juak, jao-jao sekulah. Ujong-ujonge untuk nyarik duit juak neh. Namba pening se, ye. Belajar terus,” ucap Budi. Dia memang sudah bisa mencari uang sendiri. Dia sering menyelam untuk mencari teripang. Bahkan sampai bolos sekolah.
Sam hanya tersenyum menanggapi berbagai komentar teman-temannya. Dia hanya berjanji dalam hati suatu hari nanti dia akan membuktikannya.
“Mir, ape cita-cita yang ko tulis di kertas tek?” tanya Sam saat itu pada Mira. Gadis itu tersenyum, dia merasa bahagia karena Sam perhatian dan mau tahu apa yang dia lakukan.
“Aku tulis Bidan,” jawab Mira tersenyum.
“Kao ape?” Mira balik bertanya pada Sam. Sejenak Sam diam. Dia ragu untuk mengatakan pada Mira.
“Sam, ape cita-cita kao?” ulang Mira lagi karena Sam belum menjawab pertanyaannya.
“Aku nak jadi Dokter,” jawab Sam. Mira tersenyum.
“Wah, cucok! Dokter kan Bidan,” ucap Mira keceplosan. Sam menatap Mira.
“Maksudnye?” tanya Sam. Mira yang tersadar kalau dirinya telah keceplosan menutup mulutnya, wajahnya memerah menahan rasa malu.
“Ndak, kao. Cocok jadi dokter,” jawab Mira.
“Kao jak cucok la jadi Bidan.” Keduanya tertawa menceritakan mimpi mereka masing-masing. Di pulau, memang sangat kekurangan tenaga Bidan apalagi dokter. Sehingga untuk berobat harus keluar dari pulau menuju kecamatan.
“Sam, nak balik ke?” Rahim menepuk bahu Sam.
Anak itu kaget, karena dia memang sedang melamun.
“Eh, ape Him?”
“Jangan ngelamun terus, kini dibawa antu laut baru tau,” ucap Rahim yang sudah berdiri di samping Sam.
“Ngerecau kao ne, macam isak ngeliat antu laut,” jawab Sam tersenyum. Dia memang tidak begitu mempercayai cerita yang banyak beredar di kalangan para nelayan tersebut.
“Uh, jangan nyebut gitu, kini ko didatangek,” jawab Rahim.
Wajah anak itu terlihat ketakutan. Dia memang sering mendengar cerita tentang ‘hantu laut’ dari ayahnya. Para nelayan memang banyak yang mempercayai keberadaan hantu laut ini. Yang katanya hantu laut ini lebih berbahaya dari pada hantu darat. Bahkan ada yang menceritakan kalau hantu laut ini bisa menyerupai orang-orang yang ada di kapal.
Pernah ada kejadian yang katanya melihat anaknya yang waktu itu bersamanya tiba-tiba menjadi dua orang yang sama persis. Nelayan tersebut merasa ketakutan dan kemudian mendorong salah satu dari anak yang dia yakini sebagai hantu laut ke laut.
Anak itu tercebur ke laut. Kemudian melayang itu bergegas putar haluan untuk kembali ke darat.
Namun, betapa mengejutkan. Saat sampai di darat ternyata anaknya sudah tidak ada. Jadi yang tadinya dia yakini sebagai anaknya ternyata hantu laut. Dan saat sampai di darat hantu tersebut menghilang.
“Pukok klo ke laut dak kuang melamun!” ucap Rahim mengingatkan Sam.
“Iye, sape juak ngelamun, aku to mikirek mane ujong langit,” jawab Sam tertawa. Mereka memutar langkah untuk pulang.
Beberapa anak yang ikut berenang juga sudah pada naik ke dermaga. Hari sudah semakin sore. Kapal nelayan yang tadinya banyak tertambat berjajar di dermaga sekarang tinggal sedikit. Itu juga karena sedang mengemasi peralatan.
“Jadi kao dak kan sekula agik?” tanya Sam pada Rahim. Dia sangat menyayangkan mengapa sahabatnya itu tidak mau melanjutkan sekolah.
“Lum tau la, isok-isok, kalo aku berubah pikiran,” jawab Rahim tersenyum. Dia memang agak susah menerima pelajaran, butuh waktu untuk bisa memahami. Selama, ini Sam banyak membantunya.
“Kalo same kan kao sekulae mual aku nak,” jawab Rahim tersenyum.
“Uh! Itula kao kebiasaan nyontek terus. Jadie otak kao malas bepiker!” Sam menoyor kening sahabatnya itu.
Bersambung …
Sahabat …
Ikuti terus perkembangan informasi dari media online pradivanews.com, yang update informasinya selalu kami sajikan di halaman atau fanpage Facebook Sahabat pradivanews…
Kami juga memiliki Channel Youtube, untuk menyajikan informasi dalam format visual…
Terima kasih kepada sahabat semua, yang sudah bersedia mengunjungi website kami…